Kamis, 14 Juni 2018

Selalu Tepat Saat Aku Memutuskan Pergi (13/06/18)


Saat aku memutuskan untuk melangkah menjauh selalu ada beberapa pertanyaan yang melintas berulang seperti “Mengapa aku bertahan selama ini”
Lalu aku merenungi kembali kenapa dan itu yang kulakukan akhir akhir ini
Mengapa aku betah bertahan disaat kau menatapku sudah seperti orang asing ?
Aku tak bisa menjawab singkat juga walaupun panjang, tak pernah ada kesimpulan
Saat kau tak pernah melihat dan peduli padaku disitu rasa untuk melangkah pergi sampai pada titik terhebatnya, sama seperti aku yang terus menerus menyinggungmu lewat tulisanku yang tak pernah pula kau salami kalau itu 100% untukmu, antara kau tak peduli atau hanya kewajiban seseorang yang pernah mengenalku jadi kau hanya lalu, tanpa ada balasan, tanap ada apa apa. Hanya aku yang menulis dan kau yang membaca dan lalu, sudah…hanya itu bukan ?
Aku menglangkah…
Lalu bagaimana jika selama ini kau peduli ? dank au kembali, entah pemikiran bodoh ini selalu datang dan semakin menguat saat keinginan pergi mencuat pula
Iya..bagaimana jiika selama ini kau peduli, hanya saja kau tak punya nyali. Sama sepertiku yang tak pernah bisa langsung berbicara dengamu. Iya…bagaimana jika seperti itu.
Mungkin saja kau kembali dan berkata maaf telah membuatku menunggu terlalu lama
Bagaimana jika itu yang terjadi ? ah pembelaan yang cukup bodoh sebenarnya, tapi aku yang bodoh percaya kepada alasan alasan tak berdasar itu.
Aku terlalu bodoh untuk memutuskan pergi, mungkin itu yang bisa aku katakan.
Aku masih bertahan, itu kesimpulannya.
Setidaknya untuk malam ini sampai pagi


Pada Jarak (11/06/18)


Terima kasih karenamu rindu terasa lebih indah kala berakhir temu
Terima kasih karenamu aku begadang semalaman memikirkan perempuan yang pipinya amat sangat ingin kucubit
Terima kasih karenamu aku lebih menghargai temu

Bagi beberapa orang termasuk aku, kau adalah perusak sekaligus penguat sebuah hubungan
Yah…, karena aku tak mau memujimu malam ini maka kau adalah perusak hubungan. Setidaknya untuk malam ini
Karena sungguh aku merindukannya, amat pekat sampai sesak. Ah lebay mungkin tidak sampai sesak tapi lumayan membuat mata tak mau beristirahat setidaknya untuk malam ini

Apakah kau tau Jarak ? tentang gadis yang kurindui saat ini
Oh… suatu waktu kau harus bertemu denganya, dia amat menyukai anak kecil mungkin akan cepat akrab denganmu mengingat kau amat labil dalam setiap peranmu pada rasa. Kau yang membuat kami merindu, kau juga yang membuat kami mati karena sendu tiada temu.
Dia gadis yang amat ceria yah setidaknya begitu saat moodnya bagus wkwkwk. Tapi kau tau Jarak ? dia adalah gadis yang pintar dalam menyembunyikan perasaan, juga emosi. Dia memenadam semuanya sendiri, kadang aku ingin meringankan tentang semua perasaannya, tapi sayang aku tak pernah diberi akses memasuki dunianya, setidaknya malam ini.
Sebabmu mungkin dia juga tidak bisa tidur malam ini, kalau kau menebak karena ia merindukanku ? nampaknya kau salah karena matanya tak pernah sehidup saat ia menatapku, mungkin ia merindukan laki laki pemberi bokena monyet ini.
Apa kau ingin tau tentang boneka monyet itu Jarak ? yah..aku juga tidak tau itu boneka dari siapa atau dia membeli sendirinya tapi sungguh mata dan senyuman dari boneka itu seakan meledekku semisal itu dari laki laki selain aku.
Yah aku tak menyalahkanmu Jarak, Tapi tolong temani dia malam ini.

Kau Pulang (11/06/18)


Yah…aku tak pernah tau langsung darimu, tapi katanya kau pulang setelah jauh kau merantau
Kita berada di dua perantauan berbeda
Untukmu yang baru merasakan perantauan jauh, bukankah menyenangkan pulang itu
Aku tak pulang ke kota yang sama sepertimu tahun ini, ada urusan. Yah itu yang bisa kukatakan

Kau sudah sampai katanya, di kota yang kita sebut rumah bagi kenangan masa remaja
Hey, aku ingin beracap hati hati saat kau melakukan perjalanan, tapi aku tak berani. Takut mengganggu perasaanmu, yang mungkin sudah malas meladeniku
Yah…kau pernah bilang kau tak menyukai siapapun saat ini, itu jelas penolakan untukku. Tapi yah…, tapi hanyalah tapi selalu saja ada pembelaan yang membuatku bertahan sejauh ini

Kembali ke topik kau pulang
Nampaknya kau juga pulang dalam arti rasa dan nyaman terhadap seseorang ? ah lalu aku menerka nerka lagi

Hei, apa kau tidak merindukanku ?
Kesempatan untuk bertemu denganmu kadang hanya datang setahun sekali dan mungkin tahun ini kita tak bertemu.
Huahhhh rindunya, aku tahu ini salah karena aku tak meminta izin kepadamu soal rindu ini. Berkata hati hati dijalan saja aku tak berani apalagi berkata bahwa aku menriduimu sangat. Bisa mati semua urat maluku, belum lagi tentang penolakan kalau kau tak menyukai siapapun wkwkwk sungguh menuliskannya saja sudah membuat hatiku patah dua kali sejak kalimat pertamaku.

Hey apa kau merindukanku ? sekali lagi aku bertanya walaupun percuma kau tak akan membaca tulisanku ini hehehe
Yah karena kau tak membaca sekalian kutlis dua kali saja wkwkwk

Nampaknya kau baik baik saja mesti tak bertemu denganku

Minggu, 15 Januari 2017

Hangatnya Hujanmu ( 2. Hanya Saja )

yang belum baca chapter 1 ada di sini
2. Hanya Saja



Dinginnya pagi ini serasa berbeda dengan lainnya, ada setiap kenangan dan rindu dalam ingatku mengenangmu. Hari reuni akhirnya datang menghampiri rindu yang tak sampai ini. Hari besar, hari bertemu dengan mu dalam hangatnya rangkulan bulan oktober.

Jam sudah menunjukan pukul 07.00 dan acara di mulai jam 10.00 hanya sekitar 3 jam aku harus mempersiapkan diri untuk acara ini. Dalam setiap detiknya aku mengenangmu, kenangan yang indah. Sebenarnya banyak sekali yang ingin ku ceritakan tentangmu pada bagian kedua ini tapi mungkin akan bagus jika setengahnya hanya kita yang tau.

***

Saat ku tahu namamu Bilqis, sejak itulah aku membayangkan namamu akan terukir indah bersanding denganku di undangan pernikahan. Ahhhhh…., khayalan yang terlalu tinggi untukku berukuran 165 cm ini.

Hari berlalu, bahkan terlalu cepat untuk seekor lebah pekerja untuk menghasilkan madunya. Kami sudah sering bertegur sapa. Biasanya dia yang menyapa karena aku tak punya topeng tebal untuk menyapanya sejak saat itu.

***

Disuatu hari yang sangat biasa. 

Ketika aku duduk di depan kelas memandangi setiap inchi langit berawan, langit Cirebon sangat indah. Jika kau kesini cobalah untuk diam sejenak dan lihat langitnya maka dalam sekejap kau akan dibuat melayang dibuatnya, bagai permen kapas berundak undak. Otakku sekarang benar benar kosong di buat melayang oleh awan awan nakal itu.

Alasanku bisa ada diluar adalah karena kelas kosong dan semuanya sedang mengerjakan tugas. Kalau bukan karena guru kiler itu, anak di kelas gak bakal kerasukan mengerjakan tugas seperti itu.

Tapi, aku jenius aku tak butuh kerasukan seperti itu untuk mengerjakan tugas ini. Kecepatan menulisku di atas rata rata jadi, ketika waktu pelajaran tinggal 15 menit aku akan kembali masuk kelas dan berteriak “SIAPA YANG UDAH ?” dan aku akan menyalinnya dalam 15 menit. Hebatkan ? jadi aku punya 75 menit bebas.

“Hai” Suara yang belum biasa kudengar. Secepat tokoh sonic dalam kartunnya aku menengok dan yap itu dia sang merpati tanpa cacat

“Oy…” Sapaku balik dengan badan yang setengah berajak, ingin kabur. Aku katakan sekali lagi aku tidak punya topeng tebal.

“Hoy bentar !” suara cemperngnya membuatku duduk kembali, jujur aku masih takut.

“Ada apa ?” tanyaku dengan wajah yang biasa, tampan.

Matanya membesar, terlihat seperti dipaksakan “ajarin fisika dong !”

“Tunggu, kamu kenapa bisa ada di luar kelas ? “ Tanyaku.

“Hmm….” Keningnya berkerut 3.

“Dikeluarin ?” tanyaku memperjelas kodenya yang sudah kayak cacing kepanasan yang slowmotion.

“Hmmmm…, heeh.” Kerut di keningnya sudah beranak.

“Wuhahaha…” Tawaku lepas, sangat lepas.

Dengan beberapa kedipan mata dia langsung bergerak cepat

“Sttt…, diem ih !” dengan telunjuk di mulut ku. Mata kita bertemu. Walaupun cuma 2 detik kurang tapi jika cerita ini akan di buatkan film, aku yakin aku akan terus mengulang adegan ini, mungkin aku akan request ke sutradaranya supaya ada merpati di samping sampingnya. Tapi, mungkin tidak jadi merpati kan ku ganti kucing, karena aku tak ingin dia direbut merpati lain. Dia merpatiku.

“Diem ihhhh…, udah ayo ajarin ihhhh !” katanya melanjutkan.

“Matamu indah,” ups kecepolosan mulutku

“Udah cepetan ajarin !” tegasnya sambil menarik tanganku ke bukunya. Ucapanku tak digubrisnya. Selamat.

Gayaku langsung berubah menjadi berwibawa “mana sini ?”

“Ini yang ini,” arahnya ke salah satu soal. Ternyata soalnya mah gampang cuma pengemasan soalnya saja yang ribet.

Kami duduk di kursi panjang depan kelas yang sekaligus menjadi mejanya.

Aku lumayan jago Fisika, terakhir nilai Fisika ku tertinggi kedua di angkatan. Soalnya Fisika itu pelajaran imajinasi, jadi mudah saja untuk orang yang suka ngayal sepertiku. Sekarang kalian tau aku jago Fisika dan Bahasa Indonesia. Aku jago di keduanya tapi aku bego di semuanya kecuali dua itu.

“Fisika itu pelajaran menghayal, kamu bayangin aja gimana kejadian nya, abis itu pasti gampang deh.” Jelasku sebagai pendahuluan.

“Enak di denger sih, tapi gimana ?”

“Kamu harus tau rumus rumusnya dulu ?”

“Rumus mah hapal semua, cuma pas ngerjain ini kok susah ya ?”

“Gini dah kamu tutup mata, terus bayangin kejadian. Ambil benang merahnya, baru kamu telusuri benang lainnya” Jelasku seperti pelatih yoga.

Dia langsung menutup mata. Wajahnya cantik sekali, bahkan saat menutup mata. Aku cuma berharap wajah ini akan ada di setiap pagiku di hari mendatang. Tuh kan aku suka menghayal.

Beberapa detik berlalu.

“Udah belum ?”

“Susah.” Jawabnya dengan wajah yang masih sama dengan beberapa detik yang lalu, masih cantik.

“Inget ambil benang merahnya, benang merah” kataku seperti seorang komandan yang memberi perintah ke bawahannya.

Dia menurut. “Heeh heeh” sambil mengangguk. Dia amat sangat cantik dari jarak sedekat ini.

“Krekkk…” Suara pintu. Aku tidak langsung menenggok karena aku tahu siapa yang bisa mengerjakan tugas matematika itu dalam waktu mungkin sudah 15 menit. Dia adalah pribumi berwajah oriental, Tizar sang juara umum semester kemarin, dia juga yang mendapat nilai teringgi Fisika di atasku. Walaupun mukanya tidak mencerminkan.

“Kantin ?” tanyaku tanpa menggangu merpati di depanku. Bisik bisik .

“Ayo lah laper nih…” Dengan muka super melasnya.

“Tapi ini dulu, nih si Bilqis minta ajarin fisika nih.” Dengan bisikan yang kurasa paling pelan.

Tapi si kampret tak memperdulikannya, dia menarik tanganku dengan sangat keras. Aku berniat teriak dan minta maaf pada merpati di depanku. Tapi, aku takut menggangu konsentrasinya.

Dengan mata yang masih tertutup, dia aku tinggal kan. Tapi percayalah aku tak akan meninggalkanmu lain kali. Percayalah. Tapi kenyataannya ? entahlah aku punya cerita sendiri.

***

Aku pulang dari sekolah dengan harapan tidak bertemu dengannya.

Aku biasa pulang dengan Tizar hanya sampai perempatan pertama dari arah sekolah, sehabis itu kita berpisah. Tapi, hari ini tidak seperti biasa. Aku telah meninggalkan Bilqis di depan kelas.

“Ikut dong,” kata seseorang di belakang lebih tepatnya di arah tenggara. Suaranya tidak terlalu merdu.

Aku menengok dengan ragu ragu. Tanpa menyelesaikan tengokanku, aku berjalan cepat.

“Hei tunggu !!!” teriaknya

“Teriak kesiapa qis ?” tanya tizar yang ternyata lupa aku bawa dan masih berada di belakang.

“Tuh pacarmu, si Ulum.” tunjuknya. Kini dia sejajar dengan Tizar.

“Mana ada, lagian gw milih milih kali hahaha” balasnya. Dari jauh aku sudah bisa menebak kalau candaannya garing seperti biasanya. Bilqis tak mengubrisnya, dia fokus kepadaku. Bukan hal yang baik.

Dia mempercepat jalannya meniggalkan tawa renyah dari si raja garing.

“Hey…!!!” dia sudah di sampingku. Aku menyerah, kami beriringan.

“Kenapa ?” mukaku harlem shake.

“Aku tadi bisa mengerjakan soalnya,” mukanya bahagia sangat. Syukurlah…., aku selamat.

“Tapi…,” Dia melanjutkan. Jantungku mau copot.

“Pa yosi menyebutku pertapa.” Wajahnya berlipat seperti tikar lebaran.

“Bukankah itu bagus ?” tanyaku dengan senyum termanis, nyatanya mungkin seram.

“Bagus darimana, dia bilang aku harus bertapa beberapa tahun untuk mendapat satu jawaban.” Alisnya agak naik.

“Tapikan intinya kamu itu pinter loh,” belaku.

“Iya juga sih.” Muka bangga.

“Tapi lemot.” Bantingku. Kami sampai parkiran.

“Ih kampret, anterin balik dong !” pintanya dengan wajah preman minta jatah.

“Helmya cuma ada satu.” Alasanku.

“Pinjemin helmnya ke akulah, biar romantic.” Nampaknya otaknya sudah miring sejak awal.

“Percuma romantis kalau gak selamat.” Belaku sambil memakai jaket abuku.

“Selamat kok.” Katanya tidak menyerah.

“Masa?” dengan alis yang agak naik.

“Iya aku doang yang selamat” senyumnya nakal.

“Aku ?”

“Hmmm, luka ringan lah.” Jawabnya setelah bertapa. Sebenarnya luka ringan lebih baik dari pada dia yang luka berat, bisa bisa aku bunuh diri karena kehilangannya.

Tizar akhirnya sampai parkiran. Dia memalingkan mukanya dari kami. Kami memperhatikannya. Dia mengambil helm dan melempar ke arahku.

“Ambil nih, aku lagi gak ada penumpang.” Katanya dan langsung pergi dengan motornya.

Tizar memang pengertian.

“Ayo naik !” ajakku.

“Yuk.” terimanya.

Helm hitam yang kupakai, sedangkan satu lagi helm mokka menyatu dengan kepalanya.

Motor vespa tua dengan sedikit modifikasi warna marun seirama dengan hati.

Motorku melaju dengan amat sangat santai, aku tak mau membuang momen ini. rasanya seperti mimpi. Jalan jalan kecil yang menghiasi jalan besar bergantian menyambut kami, hati yang bahagia. Kami ? atau hanya aku saja.

“ekhkkkkk….ekhkkkk…” Motor tuaku kambuh. Aku berhenti.

“Kenapa ini ?”  tanyanya bingung. Aku meminggirkan motor kampretku.

Mungkin kalian para pembaca sudah bisa menebak kalau ini akan terjadi dan kejadian romantis akan kembali tersaji dalam cerita ini. Mungkin ceritanya sangat mirip FTV dan aku menconteknya. Tapi, percayalah FTV yang mencontek ceritaku. Penulis cerita hidupku lebih hebat dari penulis FTV.  

“Mogok hehehe,” tawaku renyah.
Dia hening sejenak dan berkata “hah apa ?” tanyanya dengan wajah seperti artis sinetron yang mendapat berita ibunya meninggal. Dia sengaja melakukannya.

“Kamu bisa pulang naik angkot kok.” Tawarku.

“Ganti ruginya gimana ? rugi dong aku.”

“Kapan kapan deuhhhh”

“Aku naik kamu yang dorong”

“Mending kamu naik angkot ih”

“Gak mau” wajahnya mulai kesal.

“Hayu dahhhh” dia memang wanita kejam hehehe.

Aku mendorongnya aku bisa melihat punggungnya dari sini. Aku bisa melihatnya dari sini. Aku bersyukur.

Beberapa meter kemudian dia turun

“Ayo sini gentian ?” tawarnya.

“Ayo ayo,” jawabku semangat.

Posisi kami berganti. Beberapa meter kemudian dia berhenti.

“Haduhhhh…,berat yah.” Dia mengeluh. Aku turun.

“Yaudahlah aku jalan aja.” Lanjutnya.

“Yakin gak mau naik angkot”

“Inget ganti rugimu”

Kini aku berjalan disampingnya, disampingnya.

Senja mulai berkenalan dengan sore, hari mulai sore. Bengkel mulai terlihat, bengkel bang Aceng. Bengkel langgananku. Bengkel kecil dengan bangunan 2 lantai. Bengkel di lantai satu dan kafe di lantai 2.

Tempatnya sepi, mungkin sudah sore. Karena kulihat bekas oli masih berceceran dimana mana. Para pegawai sedang mengobrol dengan bang Aceng berada di tengah bercerita, bercengkrama melepas penat dalam diri.

“Udah berani bawa cewe ya, kamu !” godanya

“Bilqis bang.” Serobot wanita yang kubawa.

“Bang Aceng, aku ini teman bapaknya si Ulum. Dari kecil si Ulum sudah sering ke sini, nungguin bapaknya main catur sama saya.”

“Jago catur dong dia ?”

“Jago dari mana ? dia mah orangnya males mikir, belajar catur saja ga mau, kamu bisa main catur ?”

“Kayaknya gak deh, lemot otaknya, harus bertapa dulu baru lancar.” Candaku

“Ihhh enak aja, gini gini aku pernah juara catur di kelas.” Bangganya sambil memukul pelan tangan atasku.

“Entar habis ini mainlah kita.” Tawar bang Aceng.

“Udahlah ayo naik, bang Acisnya ada kan ?”

“Ada kok, dia katanya nyariin kamu tuh”

“Yaudahlah, aku ke atas ya bang, ayu qis !” ajakku

Sampailah kita di lantai 2, kafe kecil bernama “seruput” bang Acis punya, dia adiknya bang Aceng. Bedanya 8 tahun dariku, bisa di bilang dia pengusaha muda.

Kami masuk, cuma ada beberapa orang di sana 2 orang dekat meja kasir dan satu orang sendiri di pinggir kafe dekat jalan raya.

“Hai bang.” Sapaku sambil menepuk pundaknya. Dia sedang mengotak ngatik laptopnya. Serius mukanya, uratnya tegang seperti tentara yang berbaris dan bubar setelah aku menyapanya.

“Hai Ulummmm, lah ini siapa ? baru juga kemaren bawa cewe, ini bawa lagi. Neng jangan mau sama dia, simpenannya banyak udah kayak peranakan Laron.” Sapanya balik dengan menambahkan informasi yang bersifat fiksi.

Aku langsung menampar pundaknya.

“Bilqis bang.” Sahut orang yang berada di sebelahku.

“Yaudah bang, biasa yah !”

Kami duduk di dekat jendela dekat jalan raya, kafe ini menghadap kearah timur jadi kami tidak bisa menikmati saat saat matahari dilumat bumi di barat. Ramai jalanan sore itu, seramai hati ini.

“Ramai sekali ?” tanyanya.

“Aku suka.” Jawabku singkat.

Kami diam ditelan lampu remang dibalik jendela.

Aku mengantarkannya pulang, dan di sana ibunya sudah menunggu di depan rumah.

“Mau kenalan ga ?” ajaknya, tapi belum sempat menjawab aku sudah ditarik.

“Mah ini Ulum.” Mengenalkanku dengan wajah berseri seperti mengenalkan anak kucing.

“Oh Ulummm.” Begitu saja reaksi ibunya

“Ibu Yuyun kan ?“ tanyaku singkat sebelum dia mengenalkan namanya.

Dan malam itu berakhir dengan aku bertemu dengan yuyun sebenarnya.

***

Aku mulai menyusuri jalanan yang dulu pernah jadi saksi senja pertama kita. Anginnya selalu sama. Apakah dirinya masih sama ? aku bahkan tak bisa membayangkan aku aku bertemu dengannya lagi.
Hubunganku dengannya naik seperti halnya kenaikan presentase penjualan indomie pada akhir bulan. Seperti manusia pada umumnya, aku mencari seluk beluk informasi tentang dirinya Tizar pernah menawarkan sesuatu padaku.

“Lum mau aku certain tentang mantannya si Bilqis ga ?”

“Buat apa ? aku mah Cuma peduli masa depannya gak peduli masa lalunya.” Jawabku asik. Padahal nyatanya, mungkin informasi itu bisa menjadi informasi yang paling aku ingin dapat dari seluruh informasi lainnya di hidupku. Asal kau tau dulu facebook gak se nge tren sekarang. Tapi, ya sudahlah.

Setiap cinta selalu berakhir dengan pernyataan. Ini bagiannya 1 bulan setelah senja itu. Apa aku terlalu cepat menceritakannya ?

Aku hanya membawa setangkai bunga. Mungkin terlalu biasa, tapi dulu ini sangatlah keren. Aku sudah janjian di kafe.

Anginnya berlari berlawan dengan laju motorku, agak sedikit kencang dan itu membuatku ngantuk setengah tidur atau tidur setengah ngantuk. Yah…, mungkin bukan karena anginnya tapi aku yang tak bisa tidur tadi malam, untuk hari ini. Hari yang besar untuk logika anak dengan tinggi badan 165 cm ini, padahal masih ada kemungkinan ditolak olehnya.

Bau udaranya sangat khas, rumput kering yang mulai tumbuh, terasa nyaman di hidung. Padahal wajahku tertutup helm dan anginnya kencang -_- tapi itulah yang hidungku ingat saat itu.
Suara ? oh hanya bising kendaraan yang memblokade telingaku, yah membuatku bisa fokus akan berkata apa nantinya.

Aku yang sekarang ketawa sendiri dan sedikit kagum dengan teks pernyataan cinta yang dulu pernah kubuat, singkat, padat dan sangat iuwwwwwww.
Saat mengingat mengingat teks pernyataan, aku melihat Bilqis di taman, duduk sendiri di kursi coklat yang terletak di pinggir jalan setapak, dia diam, entah diam apa, karena wanita selalu mempunyai banyak bentuk diam.

Apa aku akan kesana ? tak usah banyak berfikir lah. Kata orang jaman dulu “Ikuti hidungmu”. Aku memilih untuk menghampirinya dan eksekusi disana. Taman bukanlah tempat yang buruk bukan.
Aku parkir motor. Kemudian, menghampirinya. Bunganya ? aku sembunyikan di belakang tulang belakangku.

“Hai !“ sapaku renyah.

Dia melihatku dan diam untuk beberapa saat, seakan menyuruhku untuk duduk.

“Sedang apa ?” tanyaku.

“Duduk” jawaban yang bodoh darinya.

“Hmmmm qis” skenarionya dimulai.

“Lum, dia kembali ?”

“Siapa ?”

“Bukankah sudah jelas ?” maksudnya adalah mantannya. Takkan ku jelaskan di sini.

“Iya, udah” aku menarik nafas panjang. Bunganya sudah tidak kusembunyikan tapi teletak dengan lesu diantara lutut yang tergantung di kedua tanganku.

“Kamu masih cinta sama dia ?” tanyaku.

Dia diam, diam yang dalam. Tanda kekacauan hati.

Kemudian dia mengangguk pelan dan dia menyender pada bahuku, aku tidak tahu begaimana menjelaskan perasaanku saat itu, tak pernah ada kata spesifik untuk menunjukan kata yang lebih dari patah hati, apakah patah hati luar biasa ? entahlah otakku sudah beku.

Semua tubuhku kaku dan dingin, nafasku berat. Kulihat dia di pundakku, asataga dia cantik sekali. Tapi pada waktu ini aku tak bisa melakukan apa apa untuk memilikinya, terlalu egois untukku.

Kami diam hampir setengah jam, terlalu singkat untuk rumput yang akan tumbuh.

“Lum…., andai kau datang lebih awal darinya.” Desahnya pelan. Maksud desahannya adalah meminta pendapat, meminta saran, meminta penjelasan atau apalah yang penting aku bicara

“Sebetulnya ga penting siapa yang duluan datang, Kamu mencintainya itu faktanya, masalah aku mencintaimu itu bukan masalahnya. Apakah cukup jelas ?” Jelasku tegar dan beribawa.

Dia hanya mengganguk pelan.

Aku menelpon temannya, untuk mengantarnya pulang, rasanya aneh jika aku yang mengantarnya.

Aku sendiri memandangi lampu kendaraan yang lewat dengan redup, seredup dan sekelabu diriku. Hari ini ramai jalanan, aku suka keramaian tapi saat ini keadaanku lebih buruk dari kesepian.

Pada kenyataannya aku meninggalkannya untuk kedua kalinya setelah yang pertama di depan kelas.

Kami berpisah. Entah hanya untuk menghormatinya atau hanya aku yang terlalu takut untuk berurusan dengannya lagi. Hubungan kita sudah tak sama, sama sekali tak sama.

Dia Bahagia.

Hanya saja, aku masih mencintainya.

-BERSAMBUNG

Gw menerima kritik dan saran, langsung di kontak aja SOSMED gw yang penuh status 4L@Y atau langsung email gw di fjr.ulum@gmail.com kritik dan saran kalian akan membantu sekali untuk karya gw selanjutnya.

Sampai jumpa di coretan gw selanjutnya, bye.....:)

Minggu, 27 November 2016

PRmu Deritamu


Banyak sekali orang yang sangat menbenci PR, tapi bagi gue PR bukan untuk dibenci tapi untuk dimusnahkan dari muka bumi. 

Seperti halnya godzila di jepang yang diberantas oleh ULTRAMAN nampaknya PR juga harus diberantas oleh seorang bernama ULUMMAN, ini namanya udh mirip ULTRAMAN belum ? kayaknya lebih mirip SILUMAN yah. 



ULTRAMAN ASLI
Penampakan ULUMMAN

Entah kenapa akhir akhir ini gue muak banget sama yang namanya PR kalo disamain bon cabe mungkin kemuakan gue di level 16 yap 1 tingkat di atas maksimal  (bon cabe max lvl 15).

gue sendiri menghabiskan waktu sekolah dari jam 7 sampai jam 4 sore, 9 jam disekolah yang predikatnya digunakan untuk belajar dan ketika pulang harus mengerjakan PR. OH ayolahhhh otak gue bukan alfamaret 24 jam, gue butuh waktu untuk mengembangkan bakat gue yang lain kaya bakat malas, bakat tidur, bakat ngupil. yaah semacam itulah.

GILA !!! mau pecah pala gue mikirin PR, yah dipikirin doang sih.

menurut gue penemu PR harusnya merasa menyesal karena membuat semua generasi setelahnya hampir mengalami  KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN. yah hubungin sendiri lah.

Sama seperti halnya newton yang menemukan hukum newton saat melihat apel jatuh, penemu PR mungkin menemukan PR saat ngupil.

Kenapa tidak ada royalti yang dibayarkan kepada penemu PR ini saat ada orang yang menggunakannya ? kalau ada itu akan berdampak besar pada kami pelajar otak tingkat jongkok karena penggunaan PR dapat ditekan ke batas terendah. tapi percayalah pr yang dia ciptakan mempunyai banyak manfaat malahan saking banyaknya gue gak bisa sebutin satupun.

PR, PR dan PR

Bagi pejalar ganteng seperti gue, PR merupakan momok yang menakutkan mungkin saking menakutkannya bisa dijadikan aktor acara dunia lain.

Mungkin ilustrasinya seperti ini, peserta duduk dengan satu buah lilin, lalu kemudian

"itu ada putih putih mendekat, dia makin mendekat, saya takut, oh tidakkkk saya menyerah itu PR MATEMATIKA"



Oke cukup.

Untuk para guru percayalah anda akan lebih tampan dan cantik saat tidak memberikan PR, tingkat ketampanan dan kecantikan anda naik 120% tanpa terkecuali.

"Aduh maaf bu saya lupa bawa bukunya, ketinggalan di rumah" 

Bisa dibilang ini seperti kamekameha yang digunakan untuk menghancurkan PR. Seiring dengan berjalannya waktu keefektifan kamekameha tersebut semakin berkurang karena, orang yang dulu pernah menggunakannya, ada yang menjadi guru dan statistiknya naik setiap tahun. dulu alasan ini mempan gue gunakan dari SD sampai kelas 2 SMP. tapi tidak pada kelas 3, pernah ada nih temen gue yang menggunakan kamekameha ini, tapi nampaknya bukan dewi fortuna yang menaunginya saat itu tapi dewi fortune cookies karena bukannya berhasil tapi gurunya malah bilang 

"Ayo kita ke rumah kamu, ambil bukunya"

Kasian kasian 

Guru pelupa merupakan sasaran empuk untuk kami yang malas mengerjakan PR. Karena pas hari H semua murid akan membuat drama yang super epik dan menggemparkan dunia perdramaan indonesia (Perdramaan ? wkwkwk)



Adegan 1
Guru masuk, mengabsen seperti biasa.

Adegan 2 
Ada murid yang mengalihkan perhatiannya, supaya dia lupa kalau ada PR. seperti,

"ih bapak ganteng ya hari ini....",
"pak anak bapak udah sunat ?"
"pak bapak udah sunat ?"

Yah...., kurang lebih seperti itulah. Kemudian, kalau dia tidak menanyakan "ada PR ga anak anak ?" . Maka drama selesai disini, tapi kalau dia menanyakan, maka lanjut ke adegan ke 3

Adegan 3
Disinilah kesolidan suatu kelas diuji, semua harus kompak menjawab "Tidak ada" tapi jika ada yang berhianat maka percumalah adegan 1 dan 2. Biasanya yang berhianat akan dihukum sesuai tingkat kesulitan PR. ada yang cuma di "Whoooo", ada yang ditimpukin kertas, dikucilkan, dirajam, dibakar. 

TAMAT 

Tapi PR sendiri membuat kita disiplin termasuk disiplin masuk pagi karena mau nyalin, PR juga membuat kita toleran terhadap sesama, oke ini agak berat. Manusia diciptakan dengan keahlian yang berbeda beda ada yang jago Fisika, Matematika, Olahraga, Bahasa Sunda perbedaan ini yang mebuat kita saling mengerti satu satu lain dan membantu orang lain dengan keahlian yang kita miliki. gilaaaaa dalem banget pemikiran gue wkwkwkwk.

Kadang gue mikir kalau tidak ada PR didunia, maka akankah terjadi peperangan ? jawabannya hanya tuhan yang tau. 

"Hari yang buruk bukanlah hari dimana kamu putus cinta, tapi saat semua guru di hari itu memberi PR" -Ulum (17), 2016





Selasa, 28 Juni 2016


Minggu, 19 Juni 2016

Hangatnya Hujanmu ( 1. Yuyun )


 1.   Yuyun


"PING!!!" bunyi ringtone BBMku yang sudah lama tak aku perbaharui karena memori card yang selalu full.

"Ada apa ?" jawabku singkat kepada kontak yang mengirimiku pesan, Tizar. Teman SMA.

"......." Lama sekali dia mengetik pesan balasan, sampai aku lumutan dibuatnya . Mungkin, internet di tempatnya, Randegan, Jawa Tengah masih lambat.  Padahal sudah 5 tahun sejak perpisahan SMA. atau mungkin di sana masih tidak ada listrik. Entahlah masa bodo dengan itu.

"Jadi ikut kan ?” Tanyanya singkat. Haduhhh pertanyaan ini lagi. Entah sudah berapa kali dia memastikan bahwa aku akan ikut reunion SMA setelah 5 tahun berpisah.

“Jadi.” Jawabku singkat juga. Entah kenapa kami masih akrab walau pertemanan kita sudah termakan waktu secara perlahan

“Datang sendiri ?”mungkin ini pertanyaan yang paling menganggu yang membuat aku malas datang ke reunian SMA.

“PING!!!” bunyinya terasa berat. Aku harus menjawab apa ?. bahkan untuk membela statusku aku tidak bisa.

“Iya sendiri.” Terpaksa.

“Yaelah udah berapa tahun bro ?” tanyanya. Aku kesal. Ternyata ini yang dia incar.

Dengan nafas panjang aku ketikan 2 kata yang mungkin membuat dia akan mengerti “Masih sama.”

Entah berapa lama, entah berapa jarak, entah berapa kata, yang aku tahu sekarang hanya, aku adalah orang yang sama saat 8 tahun lalu.

Saat aku menerawang ke luar jendela kelas.

Saat aku terdiam untuk beberapa saat menatap ke satu arah, kau. Seorang hawa bersenyum indah. Menatapnya bagai menatap langit, aku tidak tahu tingginya, tapi aku kagum terhadapnya. Aku tidak tahu dia, tapi aku kagum dengan apa yang ada di senyumnya, tulus. Entah kenapa aku merasa seperti film film tapi bukan di film India pastinya karena aku tidak bisa nari. Waktu mulai melambat, dunia semakin berwarna, bunga bunga mulai bermekaran yang pasti bunga ini lebih dari bunga raflesia yang mekar 2 tahun sekali, bunga ini akan mekar selamanya. Entah apa ini, yang pasti aku hanya bisa diam saat itu. Diam dalam hening. Hening yang dalam.  

Kau tau ? cinta pandangan pertama itu seperti susu, bukan seperti kopi. Tapi menurutku kopi lebih enak, karena aku ingin menikmati aromanya sebelum merasanya.

“Woy istirahat ayo istirahat, warung sudah menunggu.” teriak Tizar. Kaget sekali aku mendengarnya. Si kampret ini hampir membuat aku jantungan. Dengan berat hati aku meninggalkan hawa itu hilang di balik jendela.

Kelasku dan kelas hawa itu bersampingan. Di lantai 1, karena aku kelas 10.8 aku bisa pastikan dia kelas 10.9. Semakin kecil kelasnya ke 10.7, 6, 5 semakin dekat kita ke kantin yang berada di samping tangga menuju lantai selanjutnya.

Di kantin, sempit,  dengan sesak, panas dan berkeringat. Tapi, semuanya terbayar saat sampai, bagai surga yang sangat dirindukan bumi. saat sudah mencicipi makanan Bi Odah atau lebih dikenal dengan BO, seorang wanita berumur 40-an dengan gaya anak sekarang, dia selalu mamakai celemek dan rambutnya di kuncir. Masakannya sangat legendaris disini, Mungkin chef Juna bahkan chef di surga juga kalah.

“Original lum ?” tanyanya sambil melambai tangan. Maksud original di sini adalah kopi good day original, aku suka kopi.

“Gak ah, abis ini pelajaran mikrobiologi, kopi gak akan mempan.” sebenarnya ini pelajaran biologi biasa. Tapi, karena gurunya agak kecil seperti mikroorganisme, makanya kami menyebutnya mirkobiologi. Tapi, dia ganteng kok.  Guru mikro ini mengajar bagai membacakan dongeng, membuat kami ngantuk. Yah…., minimal kalau dongeng ada intonasinya untuk menghidupkan karakter, tapi dia membacakannya dengan suara datar. Datar sekali, tidak ada tikungan sama sekali, bahkan polisi tidurpun tidak ada. Datar.

“Kukubima anggur aja deh.” lanjutku.

“Oke siap.” bagai dewa dalam ajaran budha yang memiliki banyak tangan dia langung menyiapkannya secepat kilat, mungkin dia bisa membuat rekor kukubima tercepat di Dunia atau mungkin di Surga. Entahlah pikiranku masih tertuju pada hawa itu.

Kembali ke kelas, aku melihat lagi seorang gadis tadi, berkerudung putih dan bermuka ceria, hmmm dia anak yang menarik. Tidak, sampai aku melihatnya marah marah, hehehe memalukan. Suara dan cara dia marah marah seperti Eminem yang sedang menjadi imam taraweh, cepat sekali. Tapi, gaya marahnya seperti anak 5 tahun yang minta dibelikan mainan, jingkrak-jingkrak. Entah kenapa aku kagum pada Eminem yang minta di belikan mainan. Entah kenapa aku kagum padanya. Mungkin ini yang namanya cinta ? atau hanya efek kukubima ? ah… terlalu cepat untuk menyimpulkan seperti itu.

Tapi waktu terus berjalan, guru mikro itu sudah harus masuk.

***

Hari terus berganti dan aku tetap mengamati Eminem itu. Tapi siapa nama Eminem itu ?. haruskah aku menyapanya dan bertanya namanya ? aku bukanlah lelaki yang keren. Aku hanya lelaki biasa dengan rambut hitam legam lurus. Dengan kacamata yang membuatku terlihat pintar padahal sebaliknya. Yahhh minimal aku…., aku…. Apa ya ? tidak ada yang patut dibanggakan denganku.

“Bengong mulu lum ?” tumben sekali tizar menyebut namaku, Ulum. Tepokannya ke pundakku sempat membuatku jantungan untuk kedua kalinya.

Ahaaa…, muncul ide di kepalaku, setelah melihat Tizar. Pemuda tampan berwajah oriental padahal bukan keturunan cina ini, atlet basket bernomer 9, juga punya pergaulan yang luas. Cuma info, tapi ketampanan Tizar selalu menjatuhkan hati semua wanita. Ide bagus.

“Zar tau cewe itu ga ?” tanyaku menunjuk gadis itu dengan mata sedikit berkedip agar dia mengerti.

“Oh yang itu ?” haduhhhh cara tizar bertanya seperti orang yang baru nelen speaker, keras sekali. Memang tidak bisa di kompromi anak ini. ini antara dia yang gak ngerti maksud kedipanku atau dia emang abis nelen speaker.

Langsung ku sumpel mulutnya pakai dasi abu abuku. Menambah kerjaanku saja, terpaksa nanti pulang, aku harus mencuci dasi ini dengan air 7 kali dan salah satunya dicampur tanah.

“Eh kampret !” teriakku tidak kalah kencang.

“Sabhwar bwrwo sabwar.” pembelaannya dengan dasiku yang masih ada di mulutnya. Kemuadian dia melepas dasiku. Dan ekspresinya berubah dari yang songong menjadi seperti informan Agen CIA yang bermuka cina tentunya. Ini yang aku tunggu tunggu. Dia mulai mendekatkan mulutnya ke telingaku dengan suara yang tebal dan agak di buat parau dia berkata dengan satu kali nafas.

“Namanya Yuyun.” singkat, padat, jelas. Informasi kelas S sudah aku dapatkan. Tizar merubah pandanganku tentang nama seorang perempuan cantik bukan hanya nama nama keren seperti Aisyah, Amanda, Jesica tapi Yuyun juga termasuk nama dari seorang gadis cantik.

Nama sudah kukantongi tinggal strategi dan eksekusi.

Hari senin, pas istrahat aku akan menabraknya, seperti di film film. Aku sudah meyiapkan rencananya. Pada saat istirahat, karena kelas dia dan kelasku bersampingan. Jadi, menurut materi peluang yang aku pelajari pada saat pelajaran Matematika. Peluang dia lewat ke kelasku adalah 50 : 50, tapi peluang ini akan menjadi lebih besar karena arah kantin harus lah melewati kelasku jadi peluang akhir dia akan melewati kelasku pada hari senin ketika istirahat adalah 80 %. Entah kenapa saat seperti inilah otakku bekerja maksimal dari yang minus menjadi 100%.

Aku akan memantau lewat jendela kelas dan ketika dia lewat aku akan menyesuaikan jalankanku ya sekitar 5 m/s (Bisa di cek ini adalah kecepatan orang berjalan), saat waktunya tepat aku akan agak sedikit berlari menuju pintu dan kemudian akan menabraknya. Sempurna. Ternyata tidak sia sia aku tidak suka tidur siang demi menonton FTV.

***
Hari senin, Istirahat, waktunya eksekusi.

Tapi diluar dugaan dia tidak lewat sama sekali. Perhitunganku salah. “Lalu untuk apa aku belajar Matematika tapi ternyata hasilnya seperti ini, apa rumus yang ku gunakan salah, Bu Tami (Guru Matematika) tidak berguna…….” Yah kira kira seperti itulah yang aku teriakaan dalam hati saat itu. Dan mungkin dia sedang puasa.

Aku ganti waktu eksekusiku ini menjadi hari selasa, Sempurna. Hahahaha

***

Hari Selasa, istirahat. Yah sesuai dugaan hari ini dia ke kantin dia mulai muncul dari balik jendela kelasku dan akan tiba di depan pintu kelasku sekitar 4 detik lagi, aku berjalan pelan kemudian langkahku kupercepat sesuai rencana awal. Detik demi detik hatiku mulai tak karuan, jantungku seperti terpompa oleh pompa yang sangat besar sehingga mebuat hatiku hampir mau meledak. 2 detik lagi dia sampai. Perkiraanku salah, ternyata jalannya lumayan cepat , aku mengatasinya dengan berlari dan semua detakan itu semakin kencang dan

“BRUK….” aku menabrak. Ya aku menabrak, lebih tepatnya aku menabrak pintu. Aku lupa satu hal, pintu kelasku selalu tertutup karena kelasku ber-AC. Betapa bodohnya diriku tidak memperhitungkan pintu kelas yang selalu tertutup.

Ditertawailah aku oleh satu kelas, Tizar nampaknya yang paling senang melihatku menderita , dasar teman.

Asem emang.

Bel istirahat selesai dan pelajaran selanjutnya adalah Kimia, pelajaran yang lumayan menguras otak. Gurupun masuk namanya Bu Nunung,, orangnya baik hati dan tidak sombong ya ini jaga jaga aja seandainya dia baca cerita ini. Tapi, kali ini dia lupa sesuatu yang dia tinggalkan di mejanya. “Tolong ambilkan buku absennya dong di meja ibu !” katanya setelah membereskan bukunya yang berantakan akibat mencari buku absen.

Mataku dan mata tizar saling bertatapan. Seakan tahu harus berbuat apa. Tizar langsung mengacungkan tangan dan berkata dengan bangga “Kami (aku dan Tizar) aja yang ngambil bu.” Dengan membusungkan dada aku dan Tizar meninggalkan kelas bak superhero yang akan maju ke medan perang dan murid murid lain melepasku dengan perasaan sedih, hampa, dan merasa gagal, karena mereka kalah cepat dengan kami untuk bisa membantu guru kami tercinta dan mampir ke kantin.

Aku dan Tizar menuju ruang guru yang berada di lantai 3. Tapi, dengan penuh pertimbangan takutnya kami jatuh di tangga karena kekurangan energi, maka kami putuskan untuk mengisi energi kami di kantin dulu, Sempurna.

Setelah mengisi energi.

Aku dan Tizar naik ke lantai 3 dengan kaki pastinya, masa naik elang. Tangga menuju lantai 2 aku lewati dengan mudah tanpa ada hambatan. Tapi, ketika kami menaiki tangga menuju lantai 3, tenaga kami mulai habis. Rasanya sekak, sakit, dan haus sekali. Akhirnya kami memutuskan untuk balik ke kantin lagi. Pilihan yang tepat.

Setelah mengisi energi (lagi).

Aku dan Tizar naik ke lantai 3 (lagi) tapi kali ini dengan membawa persediaan jajan dikantong. Kami takut akan kehabisan energi lagi. Tapi, semuanya berjalan mulus.

Aku masuk dan ternyata hawa bersenyum indah itu ada di sana. Mataku langsung berbinar bagaikan seseorang yang baru mendapat lotre. Dia  sedang ngobrol dengan guru, mungkin wali kelasnya. Nahhhh ini kesempatan yang bagus kataku

“Zar kenalin dong ke dia.” pinta ku sambil memasang muka kucing yang belum makan 5 tahun.

“Aaduhhh kayaknya susah deh.”

“Lu katanya temen pret !”

“Aduhh pengen ke toilet nih.”alasannya sambil memegangi bagian yang tidak usah aku sebutkan. Aku tahu kalau dia tidak ingin ke toilet.

Ya sudahlah. Teman yang tidak bisa di andalkan.

Dengan kecepatan yang melebihi cahaya, menembus semua debu ruang waktu. Otakku yang minus melejit menjadi 1000% mencari bagaimana caraku untuk berkenalan dengan Eminem itu. Dan tingggg aku menemukan cara. Aku akan menanyakan meja bu Nunung kepadanya walaupun aku tahu mejanya tapi yah… namanya juga modus.

Pertama ku rapihkan sedit rambutku yang agak berantakan dan membetulkan kacamataku. Dia mulai beranjak dari tempatnya. Aku langsung menyela dan dengan percaya diri aku berkata

“hai, aku Ulum kamu Yuyun kan ? tahu mejanya Bu Nunung ga ?” tanyaku dengan memasang muka yang paling ganteng menurutku. Yang Mungkin menurut yang lain tidak.

“Itu disana” jawabnya sambil menunjuk ke arah meja di samping kirinya.

“Makas….”belum sempat ku selesaikan kata ini dia langsung menyela

“Kamu manggil aku apa ?”

“Yuyun kan dari 10-9 ?”

“Yuyun ?” tanyanya memastikan. Firasatku di sini mulai tidak enak. Masa salah orang ?. gak mungkin lah orang wajahnya aja selalu ku ingat dalam setia detik rotasi bumi ini, eaaaaa. Tapi serius firasatku gak enak.

“Kamu ngeledek aku ya ?” tanyanya dengan alis yang mengangkat bagai jembatan ampera. Indah. Apa sih maksudnya, aku gak ngerti pola pikirnya.

“Maksudnya ?”

“Iya…, Yuyun itu nama Ibu aku.” jawabnya dengan nada agak naik. Sumpah mukaku saat itu yang tadinya cerah ceria menjadi kusut bagai Lintah diberi garam. Asin. Masa nama ibunya ?. yang bener aja sih ?

“Beneran ?” tanyaku memastikan

“Iya.” jawabnya tegas. Kampret seribu kampret si Tizar itu. Dengan semua kata makian yang ada di dunia dengan bangga aku dedikasikan kepada dia. Dasar tukang tipu tampan berwajah oriental.

“Maaf.” kata ku pelan dengan muka yang paling melas.

“Hahahaha…haha…haha” dia tertawa terhabak bahak tanpa ada nafas di dalamnya. Apa yang ada di pikirannya. Jika aku menjadi dia, kemudian ada orang yang memanggilku dengan nama orang tuaku padahal dia belum kenal aku, akan ku sempel mulutnya pakai dasi bekas mulut Tizar.
Sampai aku sadar dia sudah 40 detik tertawa. Dia kesurupan ? atau dia lupa cara berhenti untuk terwata.

“Hei” kataku memastikan. Dia tidak menjawab tapi dia melihatku beberarapa saat, lalu dia tertawa lagi.

Karena takut aku langsung ambil buku absennya dan langsung lari keluar ruangan. Saat keluar dia melambai dan berkata “Namaku Bilqis lum.”

Namanya Bilqis bukan Yuyun.
-BERSAMBUNG-

Oke, segitu aja coretan gw. Gw bakal lanjut kapan kapan itu juga kalo gw niat. Tapi niatnya mau di bikin 2 chapter lagi selesai. Jadi, total 3 Chapter. Yaudahlah tunggu aja deh....:)

Gw menerima kritik dan saran, langsung di kontak aja lewat email di fjr.ulum@gmail.com kritik dan saran kalian akan membantu sekali untuk karya gw selanjutnya.

Sampai jumpa di coretan gw selanjutnya, bye.....:)

note : buat yg bingung sekarang di blog ini ada 2 admin yaitu gw sendiri Fajarul Ulum dan temen gw Taufik Hidayat dg nama author Asyirboni bisa di cek perkenalannya disini.