Minggu, 19 Juni 2016

Hangatnya Hujanmu ( 1. Yuyun )


 1.   Yuyun


"PING!!!" bunyi ringtone BBMku yang sudah lama tak aku perbaharui karena memori card yang selalu full.

"Ada apa ?" jawabku singkat kepada kontak yang mengirimiku pesan, Tizar. Teman SMA.

"......." Lama sekali dia mengetik pesan balasan, sampai aku lumutan dibuatnya . Mungkin, internet di tempatnya, Randegan, Jawa Tengah masih lambat.  Padahal sudah 5 tahun sejak perpisahan SMA. atau mungkin di sana masih tidak ada listrik. Entahlah masa bodo dengan itu.

"Jadi ikut kan ?” Tanyanya singkat. Haduhhh pertanyaan ini lagi. Entah sudah berapa kali dia memastikan bahwa aku akan ikut reunion SMA setelah 5 tahun berpisah.

“Jadi.” Jawabku singkat juga. Entah kenapa kami masih akrab walau pertemanan kita sudah termakan waktu secara perlahan

“Datang sendiri ?”mungkin ini pertanyaan yang paling menganggu yang membuat aku malas datang ke reunian SMA.

“PING!!!” bunyinya terasa berat. Aku harus menjawab apa ?. bahkan untuk membela statusku aku tidak bisa.

“Iya sendiri.” Terpaksa.

“Yaelah udah berapa tahun bro ?” tanyanya. Aku kesal. Ternyata ini yang dia incar.

Dengan nafas panjang aku ketikan 2 kata yang mungkin membuat dia akan mengerti “Masih sama.”

Entah berapa lama, entah berapa jarak, entah berapa kata, yang aku tahu sekarang hanya, aku adalah orang yang sama saat 8 tahun lalu.

Saat aku menerawang ke luar jendela kelas.

Saat aku terdiam untuk beberapa saat menatap ke satu arah, kau. Seorang hawa bersenyum indah. Menatapnya bagai menatap langit, aku tidak tahu tingginya, tapi aku kagum terhadapnya. Aku tidak tahu dia, tapi aku kagum dengan apa yang ada di senyumnya, tulus. Entah kenapa aku merasa seperti film film tapi bukan di film India pastinya karena aku tidak bisa nari. Waktu mulai melambat, dunia semakin berwarna, bunga bunga mulai bermekaran yang pasti bunga ini lebih dari bunga raflesia yang mekar 2 tahun sekali, bunga ini akan mekar selamanya. Entah apa ini, yang pasti aku hanya bisa diam saat itu. Diam dalam hening. Hening yang dalam.  

Kau tau ? cinta pandangan pertama itu seperti susu, bukan seperti kopi. Tapi menurutku kopi lebih enak, karena aku ingin menikmati aromanya sebelum merasanya.

“Woy istirahat ayo istirahat, warung sudah menunggu.” teriak Tizar. Kaget sekali aku mendengarnya. Si kampret ini hampir membuat aku jantungan. Dengan berat hati aku meninggalkan hawa itu hilang di balik jendela.

Kelasku dan kelas hawa itu bersampingan. Di lantai 1, karena aku kelas 10.8 aku bisa pastikan dia kelas 10.9. Semakin kecil kelasnya ke 10.7, 6, 5 semakin dekat kita ke kantin yang berada di samping tangga menuju lantai selanjutnya.

Di kantin, sempit,  dengan sesak, panas dan berkeringat. Tapi, semuanya terbayar saat sampai, bagai surga yang sangat dirindukan bumi. saat sudah mencicipi makanan Bi Odah atau lebih dikenal dengan BO, seorang wanita berumur 40-an dengan gaya anak sekarang, dia selalu mamakai celemek dan rambutnya di kuncir. Masakannya sangat legendaris disini, Mungkin chef Juna bahkan chef di surga juga kalah.

“Original lum ?” tanyanya sambil melambai tangan. Maksud original di sini adalah kopi good day original, aku suka kopi.

“Gak ah, abis ini pelajaran mikrobiologi, kopi gak akan mempan.” sebenarnya ini pelajaran biologi biasa. Tapi, karena gurunya agak kecil seperti mikroorganisme, makanya kami menyebutnya mirkobiologi. Tapi, dia ganteng kok.  Guru mikro ini mengajar bagai membacakan dongeng, membuat kami ngantuk. Yah…., minimal kalau dongeng ada intonasinya untuk menghidupkan karakter, tapi dia membacakannya dengan suara datar. Datar sekali, tidak ada tikungan sama sekali, bahkan polisi tidurpun tidak ada. Datar.

“Kukubima anggur aja deh.” lanjutku.

“Oke siap.” bagai dewa dalam ajaran budha yang memiliki banyak tangan dia langung menyiapkannya secepat kilat, mungkin dia bisa membuat rekor kukubima tercepat di Dunia atau mungkin di Surga. Entahlah pikiranku masih tertuju pada hawa itu.

Kembali ke kelas, aku melihat lagi seorang gadis tadi, berkerudung putih dan bermuka ceria, hmmm dia anak yang menarik. Tidak, sampai aku melihatnya marah marah, hehehe memalukan. Suara dan cara dia marah marah seperti Eminem yang sedang menjadi imam taraweh, cepat sekali. Tapi, gaya marahnya seperti anak 5 tahun yang minta dibelikan mainan, jingkrak-jingkrak. Entah kenapa aku kagum pada Eminem yang minta di belikan mainan. Entah kenapa aku kagum padanya. Mungkin ini yang namanya cinta ? atau hanya efek kukubima ? ah… terlalu cepat untuk menyimpulkan seperti itu.

Tapi waktu terus berjalan, guru mikro itu sudah harus masuk.

***

Hari terus berganti dan aku tetap mengamati Eminem itu. Tapi siapa nama Eminem itu ?. haruskah aku menyapanya dan bertanya namanya ? aku bukanlah lelaki yang keren. Aku hanya lelaki biasa dengan rambut hitam legam lurus. Dengan kacamata yang membuatku terlihat pintar padahal sebaliknya. Yahhh minimal aku…., aku…. Apa ya ? tidak ada yang patut dibanggakan denganku.

“Bengong mulu lum ?” tumben sekali tizar menyebut namaku, Ulum. Tepokannya ke pundakku sempat membuatku jantungan untuk kedua kalinya.

Ahaaa…, muncul ide di kepalaku, setelah melihat Tizar. Pemuda tampan berwajah oriental padahal bukan keturunan cina ini, atlet basket bernomer 9, juga punya pergaulan yang luas. Cuma info, tapi ketampanan Tizar selalu menjatuhkan hati semua wanita. Ide bagus.

“Zar tau cewe itu ga ?” tanyaku menunjuk gadis itu dengan mata sedikit berkedip agar dia mengerti.

“Oh yang itu ?” haduhhhh cara tizar bertanya seperti orang yang baru nelen speaker, keras sekali. Memang tidak bisa di kompromi anak ini. ini antara dia yang gak ngerti maksud kedipanku atau dia emang abis nelen speaker.

Langsung ku sumpel mulutnya pakai dasi abu abuku. Menambah kerjaanku saja, terpaksa nanti pulang, aku harus mencuci dasi ini dengan air 7 kali dan salah satunya dicampur tanah.

“Eh kampret !” teriakku tidak kalah kencang.

“Sabhwar bwrwo sabwar.” pembelaannya dengan dasiku yang masih ada di mulutnya. Kemuadian dia melepas dasiku. Dan ekspresinya berubah dari yang songong menjadi seperti informan Agen CIA yang bermuka cina tentunya. Ini yang aku tunggu tunggu. Dia mulai mendekatkan mulutnya ke telingaku dengan suara yang tebal dan agak di buat parau dia berkata dengan satu kali nafas.

“Namanya Yuyun.” singkat, padat, jelas. Informasi kelas S sudah aku dapatkan. Tizar merubah pandanganku tentang nama seorang perempuan cantik bukan hanya nama nama keren seperti Aisyah, Amanda, Jesica tapi Yuyun juga termasuk nama dari seorang gadis cantik.

Nama sudah kukantongi tinggal strategi dan eksekusi.

Hari senin, pas istrahat aku akan menabraknya, seperti di film film. Aku sudah meyiapkan rencananya. Pada saat istirahat, karena kelas dia dan kelasku bersampingan. Jadi, menurut materi peluang yang aku pelajari pada saat pelajaran Matematika. Peluang dia lewat ke kelasku adalah 50 : 50, tapi peluang ini akan menjadi lebih besar karena arah kantin harus lah melewati kelasku jadi peluang akhir dia akan melewati kelasku pada hari senin ketika istirahat adalah 80 %. Entah kenapa saat seperti inilah otakku bekerja maksimal dari yang minus menjadi 100%.

Aku akan memantau lewat jendela kelas dan ketika dia lewat aku akan menyesuaikan jalankanku ya sekitar 5 m/s (Bisa di cek ini adalah kecepatan orang berjalan), saat waktunya tepat aku akan agak sedikit berlari menuju pintu dan kemudian akan menabraknya. Sempurna. Ternyata tidak sia sia aku tidak suka tidur siang demi menonton FTV.

***
Hari senin, Istirahat, waktunya eksekusi.

Tapi diluar dugaan dia tidak lewat sama sekali. Perhitunganku salah. “Lalu untuk apa aku belajar Matematika tapi ternyata hasilnya seperti ini, apa rumus yang ku gunakan salah, Bu Tami (Guru Matematika) tidak berguna…….” Yah kira kira seperti itulah yang aku teriakaan dalam hati saat itu. Dan mungkin dia sedang puasa.

Aku ganti waktu eksekusiku ini menjadi hari selasa, Sempurna. Hahahaha

***

Hari Selasa, istirahat. Yah sesuai dugaan hari ini dia ke kantin dia mulai muncul dari balik jendela kelasku dan akan tiba di depan pintu kelasku sekitar 4 detik lagi, aku berjalan pelan kemudian langkahku kupercepat sesuai rencana awal. Detik demi detik hatiku mulai tak karuan, jantungku seperti terpompa oleh pompa yang sangat besar sehingga mebuat hatiku hampir mau meledak. 2 detik lagi dia sampai. Perkiraanku salah, ternyata jalannya lumayan cepat , aku mengatasinya dengan berlari dan semua detakan itu semakin kencang dan

“BRUK….” aku menabrak. Ya aku menabrak, lebih tepatnya aku menabrak pintu. Aku lupa satu hal, pintu kelasku selalu tertutup karena kelasku ber-AC. Betapa bodohnya diriku tidak memperhitungkan pintu kelas yang selalu tertutup.

Ditertawailah aku oleh satu kelas, Tizar nampaknya yang paling senang melihatku menderita , dasar teman.

Asem emang.

Bel istirahat selesai dan pelajaran selanjutnya adalah Kimia, pelajaran yang lumayan menguras otak. Gurupun masuk namanya Bu Nunung,, orangnya baik hati dan tidak sombong ya ini jaga jaga aja seandainya dia baca cerita ini. Tapi, kali ini dia lupa sesuatu yang dia tinggalkan di mejanya. “Tolong ambilkan buku absennya dong di meja ibu !” katanya setelah membereskan bukunya yang berantakan akibat mencari buku absen.

Mataku dan mata tizar saling bertatapan. Seakan tahu harus berbuat apa. Tizar langsung mengacungkan tangan dan berkata dengan bangga “Kami (aku dan Tizar) aja yang ngambil bu.” Dengan membusungkan dada aku dan Tizar meninggalkan kelas bak superhero yang akan maju ke medan perang dan murid murid lain melepasku dengan perasaan sedih, hampa, dan merasa gagal, karena mereka kalah cepat dengan kami untuk bisa membantu guru kami tercinta dan mampir ke kantin.

Aku dan Tizar menuju ruang guru yang berada di lantai 3. Tapi, dengan penuh pertimbangan takutnya kami jatuh di tangga karena kekurangan energi, maka kami putuskan untuk mengisi energi kami di kantin dulu, Sempurna.

Setelah mengisi energi.

Aku dan Tizar naik ke lantai 3 dengan kaki pastinya, masa naik elang. Tangga menuju lantai 2 aku lewati dengan mudah tanpa ada hambatan. Tapi, ketika kami menaiki tangga menuju lantai 3, tenaga kami mulai habis. Rasanya sekak, sakit, dan haus sekali. Akhirnya kami memutuskan untuk balik ke kantin lagi. Pilihan yang tepat.

Setelah mengisi energi (lagi).

Aku dan Tizar naik ke lantai 3 (lagi) tapi kali ini dengan membawa persediaan jajan dikantong. Kami takut akan kehabisan energi lagi. Tapi, semuanya berjalan mulus.

Aku masuk dan ternyata hawa bersenyum indah itu ada di sana. Mataku langsung berbinar bagaikan seseorang yang baru mendapat lotre. Dia  sedang ngobrol dengan guru, mungkin wali kelasnya. Nahhhh ini kesempatan yang bagus kataku

“Zar kenalin dong ke dia.” pinta ku sambil memasang muka kucing yang belum makan 5 tahun.

“Aaduhhh kayaknya susah deh.”

“Lu katanya temen pret !”

“Aduhh pengen ke toilet nih.”alasannya sambil memegangi bagian yang tidak usah aku sebutkan. Aku tahu kalau dia tidak ingin ke toilet.

Ya sudahlah. Teman yang tidak bisa di andalkan.

Dengan kecepatan yang melebihi cahaya, menembus semua debu ruang waktu. Otakku yang minus melejit menjadi 1000% mencari bagaimana caraku untuk berkenalan dengan Eminem itu. Dan tingggg aku menemukan cara. Aku akan menanyakan meja bu Nunung kepadanya walaupun aku tahu mejanya tapi yah… namanya juga modus.

Pertama ku rapihkan sedit rambutku yang agak berantakan dan membetulkan kacamataku. Dia mulai beranjak dari tempatnya. Aku langsung menyela dan dengan percaya diri aku berkata

“hai, aku Ulum kamu Yuyun kan ? tahu mejanya Bu Nunung ga ?” tanyaku dengan memasang muka yang paling ganteng menurutku. Yang Mungkin menurut yang lain tidak.

“Itu disana” jawabnya sambil menunjuk ke arah meja di samping kirinya.

“Makas….”belum sempat ku selesaikan kata ini dia langsung menyela

“Kamu manggil aku apa ?”

“Yuyun kan dari 10-9 ?”

“Yuyun ?” tanyanya memastikan. Firasatku di sini mulai tidak enak. Masa salah orang ?. gak mungkin lah orang wajahnya aja selalu ku ingat dalam setia detik rotasi bumi ini, eaaaaa. Tapi serius firasatku gak enak.

“Kamu ngeledek aku ya ?” tanyanya dengan alis yang mengangkat bagai jembatan ampera. Indah. Apa sih maksudnya, aku gak ngerti pola pikirnya.

“Maksudnya ?”

“Iya…, Yuyun itu nama Ibu aku.” jawabnya dengan nada agak naik. Sumpah mukaku saat itu yang tadinya cerah ceria menjadi kusut bagai Lintah diberi garam. Asin. Masa nama ibunya ?. yang bener aja sih ?

“Beneran ?” tanyaku memastikan

“Iya.” jawabnya tegas. Kampret seribu kampret si Tizar itu. Dengan semua kata makian yang ada di dunia dengan bangga aku dedikasikan kepada dia. Dasar tukang tipu tampan berwajah oriental.

“Maaf.” kata ku pelan dengan muka yang paling melas.

“Hahahaha…haha…haha” dia tertawa terhabak bahak tanpa ada nafas di dalamnya. Apa yang ada di pikirannya. Jika aku menjadi dia, kemudian ada orang yang memanggilku dengan nama orang tuaku padahal dia belum kenal aku, akan ku sempel mulutnya pakai dasi bekas mulut Tizar.
Sampai aku sadar dia sudah 40 detik tertawa. Dia kesurupan ? atau dia lupa cara berhenti untuk terwata.

“Hei” kataku memastikan. Dia tidak menjawab tapi dia melihatku beberarapa saat, lalu dia tertawa lagi.

Karena takut aku langsung ambil buku absennya dan langsung lari keluar ruangan. Saat keluar dia melambai dan berkata “Namaku Bilqis lum.”

Namanya Bilqis bukan Yuyun.
-BERSAMBUNG-

Oke, segitu aja coretan gw. Gw bakal lanjut kapan kapan itu juga kalo gw niat. Tapi niatnya mau di bikin 2 chapter lagi selesai. Jadi, total 3 Chapter. Yaudahlah tunggu aja deh....:)

Gw menerima kritik dan saran, langsung di kontak aja lewat email di fjr.ulum@gmail.com kritik dan saran kalian akan membantu sekali untuk karya gw selanjutnya.

Sampai jumpa di coretan gw selanjutnya, bye.....:)

note : buat yg bingung sekarang di blog ini ada 2 admin yaitu gw sendiri Fajarul Ulum dan temen gw Taufik Hidayat dg nama author Asyirboni bisa di cek perkenalannya disini.


1 komentar: