1. Yuyun
"PING!!!"
bunyi ringtone BBMku yang sudah lama tak aku perbaharui karena memori card yang
selalu full.
"Ada
apa ?" jawabku singkat kepada kontak yang mengirimiku pesan, Tizar. Teman
SMA.
"......."
Lama sekali dia mengetik pesan balasan, sampai aku lumutan dibuatnya . Mungkin,
internet di tempatnya, Randegan, Jawa Tengah masih lambat. Padahal sudah 5 tahun sejak perpisahan SMA.
atau mungkin di sana masih tidak ada listrik. Entahlah masa bodo dengan itu.
"Jadi
ikut kan ?” Tanyanya singkat. Haduhhh pertanyaan ini lagi. Entah sudah berapa
kali dia memastikan bahwa aku akan ikut reunion SMA setelah 5 tahun berpisah.
“Jadi.”
Jawabku singkat juga. Entah kenapa kami masih akrab walau pertemanan kita sudah
termakan waktu secara perlahan
“Datang
sendiri ?”mungkin ini pertanyaan yang paling menganggu yang membuat aku malas
datang ke reunian SMA.
“PING!!!”
bunyinya terasa berat. Aku harus menjawab apa ?. bahkan untuk membela statusku
aku tidak bisa.
“Iya
sendiri.” Terpaksa.
“Yaelah
udah berapa tahun bro ?” tanyanya. Aku kesal. Ternyata ini yang dia incar.
Dengan
nafas panjang aku ketikan 2 kata yang mungkin membuat dia akan mengerti “Masih
sama.”
Entah
berapa lama, entah berapa jarak, entah berapa kata, yang aku tahu sekarang
hanya, aku adalah orang yang sama saat 8 tahun lalu.
Saat aku
menerawang ke luar jendela kelas.
Saat aku
terdiam untuk beberapa saat menatap ke satu arah, kau. Seorang hawa bersenyum
indah. Menatapnya bagai menatap langit, aku tidak tahu tingginya, tapi aku kagum
terhadapnya. Aku tidak tahu dia, tapi aku kagum dengan apa yang ada di
senyumnya, tulus. Entah kenapa aku merasa seperti film film tapi bukan di film
India pastinya karena aku tidak bisa nari. Waktu mulai melambat, dunia semakin
berwarna, bunga bunga mulai bermekaran yang pasti bunga ini lebih dari bunga
raflesia yang mekar 2 tahun sekali, bunga ini akan mekar selamanya. Entah apa
ini, yang pasti aku hanya bisa diam saat itu. Diam dalam hening. Hening yang
dalam.
Kau tau ?
cinta pandangan pertama itu seperti susu, bukan seperti kopi. Tapi menurutku
kopi lebih enak, karena aku ingin menikmati aromanya sebelum merasanya.
“Woy istirahat
ayo istirahat, warung sudah menunggu.” teriak Tizar. Kaget sekali aku
mendengarnya. Si kampret ini hampir membuat aku jantungan. Dengan berat hati
aku meninggalkan hawa itu hilang di balik jendela.
Kelasku
dan kelas hawa itu bersampingan. Di lantai 1, karena aku kelas 10.8 aku bisa
pastikan dia kelas 10.9. Semakin kecil kelasnya ke 10.7, 6, 5 semakin dekat
kita ke kantin yang berada di samping tangga menuju lantai selanjutnya.
Di
kantin, sempit, dengan sesak, panas dan
berkeringat. Tapi, semuanya terbayar saat sampai, bagai surga yang sangat
dirindukan bumi. saat sudah mencicipi makanan Bi Odah atau lebih dikenal dengan
BO, seorang wanita berumur 40-an dengan gaya anak sekarang, dia selalu mamakai
celemek dan rambutnya di kuncir. Masakannya sangat legendaris disini, Mungkin
chef Juna bahkan chef di surga juga kalah.
“Original
lum ?” tanyanya sambil melambai tangan. Maksud original di sini adalah kopi
good day original, aku suka kopi.
“Gak ah,
abis ini pelajaran mikrobiologi, kopi gak akan mempan.” sebenarnya ini
pelajaran biologi biasa. Tapi, karena gurunya agak kecil seperti
mikroorganisme, makanya kami menyebutnya mirkobiologi. Tapi, dia ganteng kok. Guru mikro ini mengajar bagai membacakan
dongeng, membuat kami ngantuk. Yah…., minimal kalau dongeng ada intonasinya
untuk menghidupkan karakter, tapi dia membacakannya dengan suara datar. Datar
sekali, tidak ada tikungan sama sekali, bahkan polisi tidurpun tidak ada.
Datar.
“Kukubima
anggur aja deh.” lanjutku.
“Oke siap.”
bagai dewa dalam ajaran budha yang memiliki banyak tangan dia langung
menyiapkannya secepat kilat, mungkin dia bisa membuat rekor kukubima tercepat
di Dunia atau mungkin di Surga. Entahlah pikiranku masih tertuju pada hawa itu.
Kembali
ke kelas, aku melihat lagi seorang gadis tadi, berkerudung putih dan bermuka
ceria, hmmm dia anak yang menarik. Tidak, sampai aku melihatnya marah marah,
hehehe memalukan. Suara dan cara dia marah marah seperti Eminem yang sedang
menjadi imam taraweh, cepat sekali. Tapi, gaya marahnya seperti anak 5 tahun
yang minta dibelikan mainan, jingkrak-jingkrak. Entah kenapa aku kagum pada
Eminem yang minta di belikan mainan. Entah kenapa aku kagum padanya. Mungkin
ini yang namanya cinta ? atau hanya efek kukubima ? ah… terlalu cepat untuk
menyimpulkan seperti itu.
Tapi
waktu terus berjalan, guru mikro itu sudah harus masuk.
***
Hari
terus berganti dan aku tetap mengamati Eminem itu. Tapi siapa nama Eminem itu
?. haruskah aku menyapanya dan bertanya namanya ? aku bukanlah lelaki yang
keren. Aku hanya lelaki biasa dengan rambut hitam legam lurus. Dengan kacamata
yang membuatku terlihat pintar padahal sebaliknya. Yahhh minimal aku…., aku….
Apa ya ? tidak ada yang patut dibanggakan denganku.
“Bengong
mulu lum ?” tumben sekali tizar menyebut namaku, Ulum. Tepokannya ke pundakku
sempat membuatku jantungan untuk kedua kalinya.
Ahaaa…,
muncul ide di kepalaku, setelah melihat Tizar. Pemuda tampan berwajah oriental
padahal bukan keturunan cina ini, atlet basket bernomer 9, juga punya pergaulan
yang luas. Cuma info, tapi ketampanan Tizar selalu menjatuhkan hati semua
wanita. Ide bagus.
“Zar tau cewe itu ga ?” tanyaku
menunjuk gadis itu dengan mata sedikit berkedip agar dia mengerti.
“Oh yang itu ?” haduhhhh cara tizar
bertanya seperti orang yang baru nelen speaker, keras sekali. Memang tidak bisa
di kompromi anak ini. ini antara dia yang gak ngerti maksud kedipanku atau dia
emang abis nelen speaker.
Langsung ku sumpel mulutnya pakai dasi
abu abuku. Menambah kerjaanku saja, terpaksa nanti pulang, aku harus mencuci
dasi ini dengan air 7 kali dan salah satunya dicampur tanah.
“Eh kampret !” teriakku tidak kalah
kencang.
“Sabhwar bwrwo sabwar.” pembelaannya
dengan dasiku yang masih ada di mulutnya. Kemuadian dia melepas dasiku. Dan
ekspresinya berubah dari yang songong menjadi seperti informan Agen CIA yang
bermuka cina tentunya. Ini yang aku tunggu tunggu. Dia mulai mendekatkan
mulutnya ke telingaku dengan suara yang tebal dan agak di buat parau dia
berkata dengan satu kali nafas.
“Namanya Yuyun.” singkat, padat, jelas.
Informasi kelas S sudah aku dapatkan. Tizar merubah pandanganku tentang nama
seorang perempuan cantik bukan hanya nama nama keren seperti Aisyah, Amanda,
Jesica tapi Yuyun juga termasuk nama dari seorang gadis cantik.
Nama sudah kukantongi tinggal strategi
dan eksekusi.
Hari senin, pas istrahat aku akan
menabraknya, seperti di film film. Aku sudah meyiapkan rencananya. Pada saat
istirahat, karena kelas dia dan kelasku bersampingan. Jadi, menurut materi
peluang yang aku pelajari pada saat pelajaran Matematika. Peluang dia lewat ke
kelasku adalah 50 : 50, tapi peluang ini akan menjadi lebih besar karena arah
kantin harus lah melewati kelasku jadi peluang akhir dia akan melewati kelasku
pada hari senin ketika istirahat adalah 80 %. Entah kenapa saat seperti inilah
otakku bekerja maksimal dari yang minus menjadi 100%.
Aku akan memantau lewat jendela kelas
dan ketika dia lewat aku akan menyesuaikan jalankanku ya sekitar 5 m/s (Bisa di
cek ini adalah kecepatan orang berjalan), saat waktunya tepat aku akan agak
sedikit berlari menuju pintu dan kemudian akan menabraknya. Sempurna. Ternyata
tidak sia sia aku tidak suka tidur siang demi menonton FTV.
***
Hari senin, Istirahat, waktunya
eksekusi.
Tapi diluar dugaan dia tidak lewat sama
sekali. Perhitunganku salah. “Lalu untuk apa aku belajar Matematika tapi
ternyata hasilnya seperti ini, apa rumus yang ku gunakan salah, Bu Tami (Guru
Matematika) tidak berguna…….” Yah kira kira seperti itulah yang aku teriakaan
dalam hati saat itu. Dan mungkin dia sedang puasa.
Aku ganti waktu eksekusiku ini menjadi
hari selasa, Sempurna. Hahahaha
***
Hari Selasa, istirahat. Yah sesuai dugaan
hari ini dia ke kantin dia mulai muncul dari balik jendela kelasku dan akan
tiba di depan pintu kelasku sekitar 4 detik lagi, aku berjalan pelan kemudian
langkahku kupercepat sesuai rencana awal. Detik demi detik hatiku mulai tak
karuan, jantungku seperti terpompa oleh pompa yang sangat besar sehingga mebuat
hatiku hampir mau meledak. 2 detik lagi dia sampai. Perkiraanku salah, ternyata
jalannya lumayan cepat , aku mengatasinya dengan berlari dan semua detakan itu
semakin kencang dan
“BRUK….” aku menabrak. Ya aku menabrak,
lebih tepatnya aku menabrak pintu. Aku lupa satu hal, pintu kelasku selalu
tertutup karena kelasku ber-AC. Betapa bodohnya diriku tidak memperhitungkan
pintu kelas yang selalu tertutup.
Ditertawailah aku oleh satu kelas, Tizar
nampaknya yang paling senang melihatku menderita , dasar teman.
Asem emang.
Bel istirahat selesai dan pelajaran
selanjutnya adalah Kimia, pelajaran yang lumayan menguras otak. Gurupun masuk
namanya Bu Nunung,, orangnya baik hati dan tidak sombong ya ini jaga jaga aja seandainya
dia baca cerita ini. Tapi, kali ini dia lupa sesuatu yang dia tinggalkan di
mejanya. “Tolong ambilkan buku absennya dong di meja ibu !” katanya setelah
membereskan bukunya yang berantakan akibat mencari buku absen.
Mataku dan mata tizar saling bertatapan.
Seakan tahu harus berbuat apa. Tizar langsung mengacungkan tangan dan berkata
dengan bangga “Kami (aku dan Tizar) aja yang ngambil bu.” Dengan membusungkan
dada aku dan Tizar meninggalkan kelas bak superhero yang akan maju ke medan
perang dan murid murid lain melepasku dengan perasaan sedih, hampa, dan merasa
gagal, karena mereka kalah cepat dengan kami untuk bisa membantu guru kami
tercinta dan mampir ke kantin.
Aku dan Tizar menuju ruang guru yang
berada di lantai 3. Tapi, dengan penuh pertimbangan takutnya kami jatuh di
tangga karena kekurangan energi, maka kami putuskan untuk mengisi energi kami
di kantin dulu, Sempurna.
Setelah mengisi energi.
Aku dan Tizar naik ke lantai 3 dengan
kaki pastinya, masa naik elang. Tangga menuju lantai 2 aku lewati dengan mudah
tanpa ada hambatan. Tapi, ketika kami menaiki tangga menuju lantai 3, tenaga
kami mulai habis. Rasanya sekak, sakit, dan haus sekali. Akhirnya kami
memutuskan untuk balik ke kantin lagi. Pilihan yang tepat.
Setelah mengisi
energi (lagi).
Aku dan Tizar naik ke lantai 3 (lagi)
tapi kali ini dengan membawa persediaan jajan dikantong. Kami takut akan
kehabisan energi lagi. Tapi, semuanya berjalan mulus.
Aku masuk dan ternyata hawa bersenyum indah
itu ada di sana. Mataku langsung berbinar bagaikan seseorang yang baru mendapat
lotre. Dia sedang ngobrol dengan guru,
mungkin wali kelasnya. Nahhhh ini kesempatan yang bagus kataku
“Zar kenalin dong ke dia.” pinta ku
sambil memasang muka kucing yang belum makan 5 tahun.
“Aaduhhh kayaknya susah deh.”
“Lu katanya temen pret !”
“Aduhh pengen ke toilet nih.”alasannya
sambil memegangi bagian yang tidak usah aku sebutkan. Aku tahu kalau dia tidak
ingin ke toilet.
Ya sudahlah. Teman yang tidak bisa di
andalkan.
Dengan kecepatan yang melebihi cahaya,
menembus semua debu ruang waktu. Otakku yang minus melejit menjadi 1000%
mencari bagaimana caraku untuk berkenalan dengan Eminem itu. Dan tingggg aku
menemukan cara. Aku akan menanyakan meja bu Nunung kepadanya walaupun aku tahu
mejanya tapi yah… namanya juga modus.
Pertama ku rapihkan sedit rambutku yang
agak berantakan dan membetulkan kacamataku. Dia mulai beranjak dari tempatnya. Aku
langsung menyela dan dengan percaya diri aku berkata
“hai, aku Ulum kamu Yuyun kan ? tahu
mejanya Bu Nunung ga ?” tanyaku dengan memasang muka yang paling ganteng
menurutku. Yang Mungkin menurut yang lain tidak.
“Itu disana” jawabnya sambil menunjuk ke
arah meja di samping kirinya.
“Makas….”belum sempat ku selesaikan kata
ini dia langsung menyela
“Kamu manggil aku apa ?”
“Yuyun kan dari 10-9 ?”
“Yuyun ?” tanyanya memastikan. Firasatku
di sini mulai tidak enak. Masa salah orang ?. gak mungkin lah orang wajahnya
aja selalu ku ingat dalam setia detik rotasi bumi ini, eaaaaa. Tapi serius
firasatku gak enak.
“Kamu ngeledek aku ya ?” tanyanya dengan
alis yang mengangkat bagai jembatan ampera. Indah. Apa sih maksudnya, aku gak
ngerti pola pikirnya.
“Maksudnya ?”
“Iya…, Yuyun itu nama Ibu aku.” jawabnya
dengan nada agak naik. Sumpah mukaku saat itu yang tadinya cerah ceria menjadi
kusut bagai Lintah diberi garam. Asin. Masa nama ibunya ?. yang bener aja sih ?
“Beneran ?” tanyaku memastikan
“Iya.” jawabnya tegas. Kampret seribu
kampret si Tizar itu. Dengan semua kata makian yang ada di dunia dengan bangga aku
dedikasikan kepada dia. Dasar tukang tipu tampan berwajah oriental.
“Maaf.” kata ku pelan dengan muka yang
paling melas.
“Hahahaha…haha…haha” dia tertawa
terhabak bahak tanpa ada nafas di dalamnya. Apa yang ada di pikirannya. Jika
aku menjadi dia, kemudian ada orang yang memanggilku dengan nama orang tuaku
padahal dia belum kenal aku, akan ku sempel mulutnya pakai dasi bekas mulut
Tizar.
Sampai aku sadar dia sudah 40 detik
tertawa. Dia kesurupan ? atau dia lupa cara berhenti untuk terwata.
“Hei” kataku memastikan. Dia tidak
menjawab tapi dia melihatku beberarapa saat, lalu dia tertawa lagi.
Karena takut aku langsung ambil buku
absennya dan langsung lari keluar ruangan. Saat keluar dia melambai dan berkata
“Namaku Bilqis lum.”
Namanya Bilqis bukan Yuyun.
-BERSAMBUNG-
Oke, segitu aja coretan gw. Gw bakal lanjut kapan kapan itu juga kalo gw niat. Tapi niatnya mau di bikin 2 chapter lagi selesai. Jadi, total 3 Chapter. Yaudahlah tunggu aja deh....:)
Gw menerima kritik dan saran, langsung di kontak aja lewat email di fjr.ulum@gmail.com kritik dan saran kalian akan membantu sekali untuk karya gw selanjutnya.
Sampai jumpa di coretan gw selanjutnya, bye.....:)
note : buat yg bingung sekarang di blog ini ada 2 admin yaitu gw sendiri Fajarul Ulum dan temen gw Taufik Hidayat dg nama author Asyirboni bisa di cek perkenalannya disini.
nice post.. keep it up!
BalasHapus